Selasa, 02 November 2010

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL PEREMPUAN DAYAK KAKI PEGUNUNGAN MERATUS KECAMATAN HALONG TAHUN 2008


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang Masalah
Kecamatan Halong merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Balangan yang wilayahnya terletak di kaki pegunungan meratus. Berdasarkan data yang didapat dari BPS Balangan dalam angka pada tahun 2008 kecamatan Halong berpenduduk 17.413 jiwa dengan rata-rata penduduk perdesa 829 orang. Jumlah penduduk laki- sebanyak 8.659 orang dan perempuan sebanyak 8.754 orang. Sex ratio untuk Kecamatan Halong adalah 99, angka tersebut di bawah angka seratus, sehingga bisa dikatakan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki.
Salah satu peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga adalah sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam mendidik anak-anaknya seorang ibu setidaknya mampu mengajarkan baca, menulis dan berhitung. Karena besarnya peran seorang ibu dalam pendidikan anak-anaknya maka selayaknya seorang ibu tidak buta aksara. Salah satu fungi pendidikan di dalam keluarga adalah mengembangkan sumber daya manusia, sehingga upaya pemerintah untuk memberantas buta huruf adalah dengan program PNF yaitu pendidikan keaksaraan fungsional. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pada Bab III, pasal 4 dinyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Mengingat banyaknya perempuan Halong yang berusia antara 30 sampai 50 tahun yang masih buta aksara maka salah program PNF di kecamatan ini diarahkan kepada pendidikan keaksaraan fungsional. Pemberantasan buta aksara terhadap perempuan dayak meratus tersebut melalui pendidikan nonformal sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI, Pasal 26 dikatakan bahwa “pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
2. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2008.”
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2007.

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk peningkatan keberhasil program kesetaraan keaksaran fungsional selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun menurut Dirjen PLS & Pemuda, Depdiknas1 (2005: 3) pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik atau warga belajar melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Selanjutnya dikatakan pendidikan meliputi segala upaya yang menyangkut transformasi nilai dan kemampuan yang berlangsung dalam proses interaksi antar indidvidu dalam sistem sosial. Nilai-nilai yang di transformasikan tersebut merupakan kristalisasi budaya yang diangap terbaik dan diperlukan bagi kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan individu, masyarakat dan bangsa.
1.2 Pendidikan Nonformal
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 dikatakan bahwa Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Selanjutnya pada pasal 26 dikatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelegkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan funsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
1.3 Pendidikan Nonformal Adalah Pendidikan Kesetaraan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI, Pasal 26 dinyatakan bahwa pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
1.4 Sasaran Belajar Pendidikan Kesetaraan Pada Kelompok Masyarakat Usia 15 s.d 44 Tahun. Dirjen PLS Depdiknas2 (2006: 5) mengatakan bahwa salah satu sasaran pendidikan kesetaraan adalah penduduk yang berusia 15 s.d. 44 tahun yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. kendala untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pada skala nasional adalah keragaman pencapaian pendidikan masyarakat pada kelompok usia yang beragam. Pada kelompok usia 15 s.d. 44 tahun masih banyak yang belum tamat SD/MI. Penduduk yang berusia 15 s.d. 44 tahun merupakan sasaran program pemberantasan buta aksara. Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 3) mengatakan bahwa yang dijadikan prioritas sasaran program pemberantasan buta aksara adalah warga masyarakat yang berusia 15 – 44 tahun yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan angka Arab serta bahasa Indonesia, tidak dapat berhitung hingga 3 – 4 digit. Indikatornya tidak adapat menulis jatidirinya dengan benar dan tidak mampu menghitung hitungan hingga 3 sampai 4 digit.
1.5 Hakekat Buta Aksara dan Melek Aksara
Menurut Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 1) Seseorang dikatakan buta aksara apabila seseorang tidak dapat membaca dan menulis sebuah kalimat pendek sederhana dan atau tidak mengerti maknanya dalam kehidupan sehari-hari., orang yang buta aksara fungsional apabila ia tidak mampu terlibat dalam setiap kegiatan yang memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat.
Selanjutnya dikatakan seseorang dikatakan melek aksara apabila orang tersebut dapat membaca dan menulis sebuah kalimat sederhana dan mengerti maknanya dalam kehidupannya sehari-hari, seseorang dapat dikatakan melek aksara fungsional apabila orang tersebut terlibat dalam setiap kegiatannya memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis, berhitung untuk pengembangan diri masyarakat.

1.6 Tujuan Program Pemberantasan Buta Aksara
Menurut Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 2) pemberantasan buta aksara bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung agar ,masyarakat mampu meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.
b. Dengan kemampuan membaca, meulis dan berhitung memungkinkan mereka dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari
c. Menciptakan tenaga lokal yan potensial untuk mengelola sumber daya yan ada di lingkungannya.
d. Dengan kemampuan membaca,menulis dan berhitung merupakan dasar terciptanya meshyarakat gemar belajar dan mampu menekan angka droup out di pendidikan persekolahan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan selatan.
3.1.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2009
3.2 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan metode survei. Sugiyono (2008:56) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.
Metode penelitian survei adalah usaha pengamatan untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian.

3.3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah data kelulusan warga belajar keaksaraan fungsional Kecamatan Halong 2008.
3.3.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dengan cara sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2006: 61) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
3.4 Teknik Analisis Data
Data di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data yang telah terkumpul diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kualitatif.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 2008 terdapat 128 orang perempuan yang berusia antara 20 s.d 50 tahun yang terdata mengalami buta aksara fungsional. Mereka tersebut tidak mampu terlibat dalam setiap kegiatan yang memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat.
Setelah diadakan pendidikan fungsional keaksaraan kepada mereka, kemudian dilakukan evaluasi akhir ternyata 73 orang dinyatakan lulus (57,%) dan 55 orang tidak lulus (43 %). Capaian angka keberhasilan tersebut menunjukkan tingginya kesadaran kaum perempuan di kecamatan halong yang buta aksara untuk meningkatkan kemampuan diri mereka dalam hal membaca, menulis dan berhitung, kelak diharapkan nanti akan dapat meningkatkan mutu dan taraf hidup mereka. Ada beberapa faktor intern yang dapat memacu kesadaran kaum perempuan tersebut untuk belajar adalah minat, motif dan kesiapan. Menurut Slameto (2003:57 - 59) minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang akan diminati terus menerus, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Sehubungan dengan motif erat sekali dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya pengerak/pendorongnya. Adapun tentang kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.
Sedangkan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan keaksaran fungsional terhadap kaum perempuan dayak di kaki pegunungan meratus (Kecamatan Halong) adalah metode pembelajaran yang diberikan oleh tutor, relasi antara warga belajar dengan tutor dan sesama warga belajar.
Adanya ketidak lulusan dari warga belajar kemungkinan disebabkan karena faktor kesibukan dan kelelahan. Mata pencaharian penduduk Halong adalah bertani keladang, sehingga karena faktor tersebut sangat mempengaruhi terhadap faktor psikoligis terhadap waga belajar.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2008 dengan angka kebrhasilan adalan 57%
5.2. Saran
Untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional di kecamatan halong perlu adanya:
 pendekatan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan demi meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Jakarta.

Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Dirjend PLS, Depdiknas. 2005. Teknik Perencanaan PNF. Jakarta
Dirjend PLS, Depdiknas. 2006. Acuan Proses Pelaksanaan dan Pembelajaran
Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Paket B dan Paket C
. Jakarta

Dirjend PLS, Depdiknas. 2005. Apa dan Bagaimana Program Pemberantasan Buta
Aksara Itu?
. Jakarta.

Tidak ada komentar: