Selasa, 02 November 2010

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL PEREMPUAN DAYAK KAKI PEGUNUNGAN MERATUS KECAMATAN HALONG TAHUN 2008


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang Masalah
Kecamatan Halong merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Balangan yang wilayahnya terletak di kaki pegunungan meratus. Berdasarkan data yang didapat dari BPS Balangan dalam angka pada tahun 2008 kecamatan Halong berpenduduk 17.413 jiwa dengan rata-rata penduduk perdesa 829 orang. Jumlah penduduk laki- sebanyak 8.659 orang dan perempuan sebanyak 8.754 orang. Sex ratio untuk Kecamatan Halong adalah 99, angka tersebut di bawah angka seratus, sehingga bisa dikatakan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki.
Salah satu peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga adalah sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam mendidik anak-anaknya seorang ibu setidaknya mampu mengajarkan baca, menulis dan berhitung. Karena besarnya peran seorang ibu dalam pendidikan anak-anaknya maka selayaknya seorang ibu tidak buta aksara. Salah satu fungi pendidikan di dalam keluarga adalah mengembangkan sumber daya manusia, sehingga upaya pemerintah untuk memberantas buta huruf adalah dengan program PNF yaitu pendidikan keaksaraan fungsional. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pada Bab III, pasal 4 dinyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Mengingat banyaknya perempuan Halong yang berusia antara 30 sampai 50 tahun yang masih buta aksara maka salah program PNF di kecamatan ini diarahkan kepada pendidikan keaksaraan fungsional. Pemberantasan buta aksara terhadap perempuan dayak meratus tersebut melalui pendidikan nonformal sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI, Pasal 26 dikatakan bahwa “pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
2. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2008.”
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2007.

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk peningkatan keberhasil program kesetaraan keaksaran fungsional selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun menurut Dirjen PLS & Pemuda, Depdiknas1 (2005: 3) pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik atau warga belajar melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Selanjutnya dikatakan pendidikan meliputi segala upaya yang menyangkut transformasi nilai dan kemampuan yang berlangsung dalam proses interaksi antar indidvidu dalam sistem sosial. Nilai-nilai yang di transformasikan tersebut merupakan kristalisasi budaya yang diangap terbaik dan diperlukan bagi kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan individu, masyarakat dan bangsa.
1.2 Pendidikan Nonformal
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 dikatakan bahwa Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Selanjutnya pada pasal 26 dikatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelegkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan funsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
1.3 Pendidikan Nonformal Adalah Pendidikan Kesetaraan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI, Pasal 26 dinyatakan bahwa pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
1.4 Sasaran Belajar Pendidikan Kesetaraan Pada Kelompok Masyarakat Usia 15 s.d 44 Tahun. Dirjen PLS Depdiknas2 (2006: 5) mengatakan bahwa salah satu sasaran pendidikan kesetaraan adalah penduduk yang berusia 15 s.d. 44 tahun yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. kendala untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pada skala nasional adalah keragaman pencapaian pendidikan masyarakat pada kelompok usia yang beragam. Pada kelompok usia 15 s.d. 44 tahun masih banyak yang belum tamat SD/MI. Penduduk yang berusia 15 s.d. 44 tahun merupakan sasaran program pemberantasan buta aksara. Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 3) mengatakan bahwa yang dijadikan prioritas sasaran program pemberantasan buta aksara adalah warga masyarakat yang berusia 15 – 44 tahun yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan angka Arab serta bahasa Indonesia, tidak dapat berhitung hingga 3 – 4 digit. Indikatornya tidak adapat menulis jatidirinya dengan benar dan tidak mampu menghitung hitungan hingga 3 sampai 4 digit.
1.5 Hakekat Buta Aksara dan Melek Aksara
Menurut Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 1) Seseorang dikatakan buta aksara apabila seseorang tidak dapat membaca dan menulis sebuah kalimat pendek sederhana dan atau tidak mengerti maknanya dalam kehidupan sehari-hari., orang yang buta aksara fungsional apabila ia tidak mampu terlibat dalam setiap kegiatan yang memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat.
Selanjutnya dikatakan seseorang dikatakan melek aksara apabila orang tersebut dapat membaca dan menulis sebuah kalimat sederhana dan mengerti maknanya dalam kehidupannya sehari-hari, seseorang dapat dikatakan melek aksara fungsional apabila orang tersebut terlibat dalam setiap kegiatannya memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis, berhitung untuk pengembangan diri masyarakat.

1.6 Tujuan Program Pemberantasan Buta Aksara
Menurut Dirjen PLS Depdiknas3 (2005: 2) pemberantasan buta aksara bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung agar ,masyarakat mampu meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.
b. Dengan kemampuan membaca, meulis dan berhitung memungkinkan mereka dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari
c. Menciptakan tenaga lokal yan potensial untuk mengelola sumber daya yan ada di lingkungannya.
d. Dengan kemampuan membaca,menulis dan berhitung merupakan dasar terciptanya meshyarakat gemar belajar dan mampu menekan angka droup out di pendidikan persekolahan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan selatan.
3.1.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2009
3.2 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan metode survei. Sugiyono (2008:56) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.
Metode penelitian survei adalah usaha pengamatan untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian.

3.3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah data kelulusan warga belajar keaksaraan fungsional Kecamatan Halong 2008.
3.3.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dengan cara sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2006: 61) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
3.4 Teknik Analisis Data
Data di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data yang telah terkumpul diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kualitatif.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 2008 terdapat 128 orang perempuan yang berusia antara 20 s.d 50 tahun yang terdata mengalami buta aksara fungsional. Mereka tersebut tidak mampu terlibat dalam setiap kegiatan yang memerlukan kecakapan melek aksara dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat.
Setelah diadakan pendidikan fungsional keaksaraan kepada mereka, kemudian dilakukan evaluasi akhir ternyata 73 orang dinyatakan lulus (57,%) dan 55 orang tidak lulus (43 %). Capaian angka keberhasilan tersebut menunjukkan tingginya kesadaran kaum perempuan di kecamatan halong yang buta aksara untuk meningkatkan kemampuan diri mereka dalam hal membaca, menulis dan berhitung, kelak diharapkan nanti akan dapat meningkatkan mutu dan taraf hidup mereka. Ada beberapa faktor intern yang dapat memacu kesadaran kaum perempuan tersebut untuk belajar adalah minat, motif dan kesiapan. Menurut Slameto (2003:57 - 59) minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang akan diminati terus menerus, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Sehubungan dengan motif erat sekali dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya pengerak/pendorongnya. Adapun tentang kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.
Sedangkan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan keaksaran fungsional terhadap kaum perempuan dayak di kaki pegunungan meratus (Kecamatan Halong) adalah metode pembelajaran yang diberikan oleh tutor, relasi antara warga belajar dengan tutor dan sesama warga belajar.
Adanya ketidak lulusan dari warga belajar kemungkinan disebabkan karena faktor kesibukan dan kelelahan. Mata pencaharian penduduk Halong adalah bertani keladang, sehingga karena faktor tersebut sangat mempengaruhi terhadap faktor psikoligis terhadap waga belajar.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pendidikan keaksaraan fungsional perempuan dayak di kaki pegunungan Meratus Kecamatan Halong Kabupaten Balangan Tahun 2008 dengan angka kebrhasilan adalan 57%
5.2. Saran
Untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan keaksaraan fungsional di kecamatan halong perlu adanya:
 pendekatan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan demi meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Jakarta.

Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Dirjend PLS, Depdiknas. 2005. Teknik Perencanaan PNF. Jakarta
Dirjend PLS, Depdiknas. 2006. Acuan Proses Pelaksanaan dan Pembelajaran
Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Paket B dan Paket C
. Jakarta

Dirjend PLS, Depdiknas. 2005. Apa dan Bagaimana Program Pemberantasan Buta
Aksara Itu?
. Jakarta.

Senin, 18 Oktober 2010

ANALISIS TENTANG HAMBATAN PERKEMBANGAN POTENSI SEKTOR PARIWISATA DI KABUPATEN BALANGAN




Balangan yang mengusung Motto dalam pembangunan diwilayahnya yaitu “sanggam” yang
berarti kesanggupan dalam melaksanakan pembangunan yang didasari keikhlasan dan kebersamaan untuk seluruh masyarakat dan pemerintah daerah. Daerah yang baru saja berdiri pada tanggal 8 April 2003 ini berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai “community based resources development”. Dalam membangun wilayah diupayakan pengembangan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat, pembelajaran masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya lokal, dalam rangka pembangunan masyarakat lokal. Prakarsa, aspirasi dan kreatifitas masyarakat harus di respons dan diaktualisasikan dalam berbagai kegiatan dan tindakan yang positif dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat lokal pada umumnya.
Subandi (2007; 116) mengatakan bahwa dalam membangun ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik (lokal). Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Untuk membangun perekonomian Pemerintah Kabupaten balangan mengajak seluruh masyarakat, terutama investor untuk bekerja sama dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada untuk meningkatkan perekonomian di daerah Balangan. Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi di daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi di daerahnya (Subandi,2006;117).
Mengingat banyaknya sektor potensi Pariwisata yang perlu dikembangkan di Kabupaten Balangan, Bupati Balangan Ir. Sefek Effendi, ME menawarkan kepada Investor lokal untuk mengembangkan sarana pariwisata yang ada serta sarana penunjang yang lain seperti hotel, mengingat selama ini Kabupaten Balangan belum memiliki hotel yang refresentatif. Harapan tersebut dinyatakan Pemerintah Kabupaten Balangan pada situs “Balangan”, “ Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan peran pariwisata dalam kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan daerah.
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata, di Kabupaten Balangan terdapat beberapa tempat wisata alam dan peninggalan sejarah yang dapat dikunjungi. Tempat tersebut berada di kecamatan Paringin, Awayan, Juai dan Halong. Kelihatannya objek ini masih belum optimal dimanfaatkan oleh Pemerintah sebagai sumber pendapatan daerah.

Mengingat belum berkembangnya sektor pariwisata di daerah kabupaten balangan ini, maka penulis melakukan penelitian tentang Analisis Hambatan Perkembangan Sektor Pariwisata dan Kabupaten Balangan.

BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI PEMERINTAH KABUPATEN BALANGAN UNTUK MEMBANGUN PARIWISATA LOKAL.

Dalam mengembangkan sektor pariwisata di Kabupaten Balangan untuk dijadikan “Industri Pariswisata lokal” sangat lah sulit, hal ini terkendala oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Aksesibilatas untuk mencapai lokasi wisata kurang, terutama ruas jalan penghubung dari pusat Kabupaten menuju lokasi wisata banyak yang rusak, sarana transportasi umum (Angkutan pedesaan) juga sangat terbatas.
Dilihat dari Aspek lingkungan juga kurang menjajikan untuk kenyamanan perjalanan wisatawan, sepanjang ruas jalan panas tidak terdapat pohon pelindung yang dapat membuat suasana asri, teduh, sejuk dan nyaman. Meskipun ada sebagian jalan yang teduh hanya karena pepohonan pinggir jalan yang tidak teratur, sehingga menimbulkan kean gersang, panas dan kurang nyaman.
Sebagian jalan juga tidak dilalui jaringan listrik, sehingga untuk penerangan jalan di malam hari tidak ada, jadi wisatawan yang pulang kemalaman merasa kurang aman.
Terbatasnnya jaringan komunikasi seluler sampai ke lokasi wisata, sehingga para wisatawan merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan rekan dan sahabat maupun keluarga mereka.
2. kurang tersedianya sarana pendukung, misalnya hotel yang bisa dijadikan pengunjung untuk menginap. Tempat penginapan yang ada di Kabupaten Balangan hanyalah satu hotel dan sebuah losmen/penginapan dengan sarana yang masih minim.. Hotel/Losmen merupakan sarana penting dan krusial bagi pendatang maupun wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Balangan. Kota Paringin merupakan kota persinggahan. Hal ini sangat baik bagi investor untuk membangun Hotel/Losmen khususnya dikota Paringin.” Dengan adanya hotel dan sarana pariwisata yang bisa dikembangkan menjadi “industri pariwisata daerah” maka daerah kabupaten Balangan juga dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor Pajak.
Darise (2006; 60) mengatakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Retribusi Daerah, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, bahwa hotel, sarana hiburan, restoran dan sarana parkir termasuk ke dalam jenis pajak Kabupaten/Kota. . Untuk sementara ini pengunjung yang mau ke Kabupaten Balangan biasaanya menginap di kabupaten terdekat misalnya di Amuntai, Tanjung dan Barabai, dengan jarak ± 30 km dari Kabupaten Balangan. Sehingga besar kemungkinan karena jarak dan waktu terkadang mereka bisa mngurungkan niat untuk ke Balangan, mengingat di ketiga kabupaten terdekat juga memiliki paket wisata sendiri yang tidak kalah menariknya.
3. Kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya untuk mengembangkan kawasan wisata, hal ini kemungkinan karena rendahnya aksesilitas pencapaian Daerah Tujuan Wisata ataupun karena rendah minat para wisatawan untuk datang ke Kabupaten balangan. Sehingga investor merasa tidak diuntungkan untuk menanamkan modalnya.
4. Kurangnya promosi. Promosi Wisata yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Pariwisata sangatlah kurang. Misalnya event wisata ”ARUH DAYAK BAHARIN” yaitu pesta panen masyarakat dayak yang biasanya diselenggarakan antara bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober, jarang di ekspos besar-besar oleh dinas pariwisata baik melalui mass media maupun selebaran. Padahal event wisata budaya ini menjajikan atraksi wisata yang sangat menarik karena kekhasan budaya dayak Halong.
5. Kurangnya Pembinaan dari Dinas Pariwisata terhadap masyarakat lokal, tentang pentingnya “perencanaan dan kesadaran” pengembangan potensi wisata daerah.
Seperti halnya untuk mengenalkan budaya dan sarana pariwisata lokal seharusnya Dinas Pariwisata dan Dinas terkait lainya, misalnya Dinas Pendidikan Kabupaten balangan bisa bekerja sama untuk memasukkan materi tentang budaya dan srana pariwisata lokal ke kurikulum sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar smapai ke tingkat lanjutan. Mengingat sekarang ini setiap sekolah oleh pemerintah Indonesia diberikan kebebasan untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Lewat pengembangan kurukulum itu bisa di sisisipkan budaya lokal lewat bidang studi Muatan Lokal dan Pendidikan Seni.
Sehingga guru-guru Muatan Lokal dan guru-guru kesenian mulai tingkat dasar sampai lanjutan bisa bersama-sama membuat kurikulum yang yang telah disisipi muatan budaya dan kesenian lokal. Untuk mengenalkan budaya dan kesenian daerah ini seharusnya guru-guru diberikan materi terlebih dahulu melalui perogram pelatihan yang berkesinambungan, agar guru-guru ini dalam memberikan pelajaran kepada siswa benar-benar mampu menyajikan materi dan mampu menumbuhkan kesadaran dan rasa ingin tahu siswa tentang budaya lokal.
Dengan tumbuhnya kesadaran seluruh siswa untuk mencintai dan menghargai budaya daerah sendiri maka beberapa tahun kedepan akan tumbuh generasi generasi yang bisa mengembangkan industri pariwisata di daerah ini.
6. Sikap masyarakat. Terkait dengan sikap masyarakat ini adalah keterbukaan mereka untuk menerima pengunjung lokal.
7. Balangan tidak memiliki Sektor pariwisata unggulan yang mampu menyaingi sektor pariwisata daerah tetangga. Sehingga minat pengunjung sangat kurang untuk berwisata ke Balangan, akibatnya sektor-sektor pariwisata yang ada kurang dikenal di daerah luar. Perlu di catat juga kabupaten balangan sampai saat ini belum memiliki lapangan golf, yang notebenenya masih dalam tahap perencanaan. Untuk sementara ini setiap sabtu sore para pejabat daerah bermain golf di lapangan golf Murung Pudak milik pertamina kabupaten Tabalong Tanjung.
8. Di Balangan tidak diproduksi kerajinan Khas daerah ataupun makanan khas untuk dijadikan souvenir bagi wisatawan, sehingga kunjungan wisata ke Balangan kesannya tidak memiliki kenangan.
9. Kurangnya perhatian pihak Pemerintah Kabupaten Balangan terhadap Budayawan Lokal. Perhatian yang dimaksud disini adalah pemerintah daerah kurang memperhatikan kondisi ekonomi mereka, Sehingga mereka kurang mengembangkan kesenian ataupun budaya lokal karena terbentur untuk mencari nafkah. Akhirnya seringkali budayawan lokal hijarah ke daerah lain untuk mencari nafkah, akibatnya daerah ini kehilangan aset daearah yang semestinya mampu diharapkan untuk mengangkat budaya lokal.
10. Dan yang paling pasti adalah lemahnya di dalam planning, karena Rendah Mutu Sumber Daya Manusia yang dipercayakan menangani tentang seni dan budaya daerah yang bekerja di instansi pemerintah. Sehingga dengan kurangnya wawasan dan kemampuan mereka maka mereka yang seharusnya mampu mengangkat dan mengembangkan budaya lokal hanya terpaku diam tanpa harus tahu apa yang semestinya mereka rencanakan dan kerjakan.

UPAYA PEMECAHAN MASALAH
Ada bebarapa pemecahan masalah yang dihadapi pemerintah Kabupaten Balangan dalam mengembangkan industri pariwisata, terkait dengan kajian teoritik dan realita yang ada dilapangan :
Menurut Suharso (2007 : 113) bahwa perspektif daya dukung pariwisata tidak hanya terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspek-aspek lainnya seperti kapasitas ekologi (kemapuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas fisik (kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan), kapasitas sosial (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal).
Karenanya maka pemerintah kabupaten Balangan sudah saatnya merencanakan aksisebilitas yang menjajikan kenyamanan, keamanan dan kepuasan kepada wiasatawan yang berkunjung ke daerah ini. Mulai merencanakan pembuatan dan perbaikan jalan dan jembatan penghubung untuk ke lokasi wisata, penerangan jalan dan jaringan telekomunikasi harus tersedia, penataan penghijauan di sepanjang ruas jalan sehingga menimbilkan suasana hijau, asri, rapi dan indah.
Sehubungan dengan ajang promosi wisata wisata di Kabupaten Balangan yang diharapkan, menurut suharso (2007 : 114) bahwa promosi merupakan kesatuan kegiatan yang meliputi; memperkenalkan, menyosialisasikan dan mengkampanyekan. Produk diperkenalkan; peraturan disosialisasikan; prinsip keberlanjutan dan nilai lokal dikampanyekan. Promosi pariwisata berkelanjutan bertujuan meningkatkan kesadaran stakholder. Menguatkan informasi tentang pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan kesadaran atas seluruh rangkaian kegiatan pariwisata serta dampaknya terhadap alam lingkungan serta budaya. Instrumen yang digunakan antara lain melalui penerapan peraturan serta sanksi-sanksi, promosi melalui media, pemantauan dan menyusun kode etik, serta penyebaran informasi, penelitian serta pendidikan dan pelatihan. Untuk iutu sudah saatnya juga pihak pemerintah Kabupaten Balangan memikirkan pola perencanaan yang bagaimana seharusnya diterapkan untuk merancang metode promosi yang diperlukan untuk memperkenalkan/ menyosialisasikan /mengkampanyekan wisata di daerah ini. Misalnya salah satunya di Balangan perlu fotograper handal uan tuk memotret sudut lokasi wisata dan event budaya sehingga menghasilkan gambar yang indah dan menarik untuk dipasang di mass media/ media elektronik seperti TV dan internet.
Suharso (2007 : 116) mengatakan bahwa Pariwisata merupakan bisnis yang melibatkan pengusaha dan masyarakat sebgai tuan rumah, dimana keduanya mengharapkan keuntungan ekonomi.
Sehingga dalam menarik investor agar bisa mengembangkan industri pariwisata di Balangan haruslah dimulai dari planning yang benar-benar matang baik bagi investor itu sendiri maupun bagi pihak pemerintah. Misalnya menurut Suharsono, pendapatan yang diperoleh pemilik hotel didasarkan pada tipe wistawan dan lamanya tinggal, sedangkan tingkat pengeluaran para wisatawan tergantung pada tipe aktifitas dan akomodasi yang dipilih/ dilakukan sperti sarapan, fasilitas tempat tidur, katering dan lain sebagainya. Pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan juga didasarkan pada daerah pariwisata dan tipe tempat tujuan yang dicari.
Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah daerah memikirkan pembangunan hotel di Kabupaten ini, jangan hanya menmgharapkan dari pihak swasta, pemerintah daerah juga bisa memiliki wisma daerah atau hotel yang dikelola oleh pemerintah sendiri.
Dari sisi kebutuhan pariwisata, pendidikan dan pelatihan harus dilakukan untuk melakauakan alih teknologi, menghadapi persaingan demi terwujudnya prinsip pariwisata berkelanjutan. Keberhasilan pariwisata berkelanjutan sangat ditentukan tingkat pendidikan masyarakat lokal.oleh karena peningkatan akses dan mutu pendidikan bagi masyarakat lokal menjadi sasaran dan tujuan yang sangat utama (Suharso, 2007 : 114). Dengan demikian perlunya pembuatan kurikulum untuk menyisipkan muatan materi budaya dan kesenian daerah pada kurikulum muatan lokal dan kesenian di berbagai tingkat pendidikan di sekolah-sekolah di Kabupaten Balangan.
Menggiatkan industri rumah tangga untuk membuat kerajinan lokal dan makanan khas yang dikemas rapi, higines dan murah sebagai barang sovenir. Kerajinan lokal yang ada di Balangan sebetulnya banyak seperti pembuatan anyaman yang berasal dari bambu, purun, bamban (nama lokal tanaman khas kalimantan), anyaman rotan dan serat batang pisang, pembuatan kolase, ukiran dari kayu khas pedalaman kalimantan.
Menumbuh-kembangkan industri ramuan jamu tradisional khas pedalaman kalimantan.
Untuk makanan khas, Balangan terkenal penghasil pisang kepok dan pisang talas, labu kuning dan keladi bentul di Kecamatan Juai dan halong. Seandainya melalui program pengembangan ekonomi masyarakat mandiri yang kelola oleh dinas UMKM Balangan dibina masyarakatnya untuk terampil dalam pembuatan industri rumah tangga dimaksud diatas kemungkinan usaha kerajinan dan industri rumah tangga akan berkembang luas di balangan. Untuk itu juga perlu direncanakan yang sangat matang dan akurat untuk peningkatan mutu Sumber daya masyarakat.
Dan yang lebih penting perlunya pemerintah daerah untuk mengevalusi kinerja aparatur daerah, sehubungan dengan sumber daya manusia yang mampu merencanakan, melaksanakan tugasnya secara bertanggung jawab dan penuh dedikasi demi terwujudnya kemajuan kabupaten Balangan, terutama untuk kemajuan sektor pariwisata daerah ini.

Rabu, 10 Maret 2010

di lokasi tambang



Belajar bagi siswa tidak harus selalu di dalam kelas, tapi bisa juga dilaksanakan ke lapangan melalui metode karya wisata, seperti yang dilakukan siswa kelas X2 SMA NEGERI 1 PARINGIN TAHUN PEMBELAJARAN 2009/2010 SEMESTER 2, pada hari sabtu tanggal 6 Maret 2010 tadi berkunjung ke lokasi Pertambangan dan lokasi reaklamasi lahan milik PT. Adaro Indonesia di wilayah Tutupan kawasan perbatasan antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Tabalong. Selama Kunjungan kami diterima dan dilayani dengan sangat baik dan diberi fasilitas dan pendampingan oleh pihak PT. Adaro Indonesia

Kelas X 1 SMA NEGERI 1 PARINGIN KABUPATEN BALANGAN Di gunung Hantanung Tebing Tinggi